Jumat, 16 Februari 2018

Cerpen Bahasa Indonesia

Selasa

             Dering alarm handphone milikku membangunkanku tepat pukul 04.00. Jujur, sesudah bangun, aku meraih novel yang ku pinjam dari temanku. Setelah membaca, aku bergegas mandi. Aku tidak shalat subuh karena sedang ada halangannya. Pagi ini, aku berangkat tidak diantar karena ayahku buru-buru berangkat kerja. Mama menawarkan untuk mengantarku,tapi aku menolaknya. Ku pikir lebih baik Mama dirumah, jika mama mengantarkan aku ke sekolah, pekerjaan mama dirumah akan terbengkalai mengingat aku tidak bisa membantunya karena aku harus berangkat pagi disebabkan ada jam ke-0. Akhirnya aku memutuskan untuk naik angkutan umum saja.
            Sesampainya di sekolah, aku langsung melirik jam yang terlilit di pergelangan tanganku. Pukul 06.00. Jam ke-0 dimulai pukul 06.15. Jadi aku masih mempunyai waktu 15 menit untuk kegiatan bebas. Aku memilih untuk melanjutkan membaca novel. Tak lama, satu per satu temanku mulai datang. Mereka saling bercengkerama dan tak jarang ada yang bertanya padaku judul novel yang sedang aku baca.
            Bel tanda jam ke-0 berbunyi. Siswa-siswi yang berada di teras kelas mereka masing-masing bergegas masuk ke dalam kelas. Mata pelajaran jam ke-0 hari ini adalah Bahasa Indonesia. Pada jam tambahan ini, kelasku diampu oleh Pak Wawan. Bel sudah memberi isyarat sejak 5 menit yang lalu namun Pak Wawan belum juga datang. Sampai akhirnya Ibu Yani, guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 9 datang menggantikan Pak Wawan.
“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,” ucap Bu Yani.
“Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawab kami serempak.
“Sekarang jamnya Pak Wawan, betul?” tanya Bu Yani.
“Iya betul, Bu,” jawab murid 9F.
            Bu Puryani memberi kami tugas tentang menyunting dari buku pendamping.  Namun, ada beberapa siswa berkedapatan tidak membawa buku pendamping, termasuk teman sebangkuku, Bella  yang lebih sering kupanggil Ibel. Akhirnya aku dan Ibel mengerjakan tugas bersama-sama.
            Setelah selesai mengerjakan, mulailah kami menelaah hasil pekerjaan kami didampingi Bu Yani. Kami hanya dapat membahas 10 soal sampai bel tanda berakhirnya jam ke-0 berdering. 15 menit sebelum mulai pelajaran, ada kegiatan membaca buku selain buku pelajaran. Kebetulan hari ini, Fia, teman sekelasku mengumpulkan cerpen karyanya. Pada saat itu, Bu Yani berpendapat untuk membacakan cerpen milik Fia di depan kelas. Dan kami berkata setuju. Tampak wajah Fia yang malu.
            Jam pertama sampai ketiga hari ini adalah PKN. Kami disuruh mengerjakan Review 2.1 dari buku pendamping milik Bu Titik, guru prngampu mata pelajaran PKN kelas 9. Kami diberi waktu satu jam pelajaran atau 40 menit untuk mengerjakan. Jam ketiga digunakan untuk menambah materi. Bel tanda istirahat telah berbunyi. Siswa dari kelas lain berhamburan keluar untuk jajan ke kantin atau sholat dhuha. Berbeda dengan kelasku. Setelah selesai sholat dhuha, teman temanku langsung kembali ke kelas tanpa membawa jajanan kantin. Istirahat pertama kali ini kami gunakan untuk belajar IPS karena hari ini ada ulangan IPS di jam terakhir.
            Setibanya di jam pelajaran IPS, aku yang hari ini piket slempang memanggil Ibu Silviana yang kerap dipanggil Bu Ana untuk memberi tahu bahwa kelas 9F sudah siap ulangan. Sampai di kelas, Bu Ana memberi waktu 15 menit untuk kembali mengingat materi. Saat soal dibagikan, aku langsung mengecek soal yang telah diberikan dan mulai mengerjakan seraya membaca basmalah.
“Yang pilihan ganda tidak usah pakai kalimatnya,” jelas Bu Ana.
Setelah selesai, Bu Ana menyuruh sholat karena jam istirahat digunakan untuk mengerjakan ulangan dan jam istirahat diganti menjadi jam terakhir.
            Aku dan temanku, Alya, berdiam di kelas karena sedang berhalangan. Kurang lebih 15 menit, teman-temanku yang laki-laki datang terlebih dahulu.
“Eh, soal yang tadi lumayan susah,” ucap Fauzi.
“Iya, aku bingung pas mau menjawab soal nomor 5 uraian. Aku nggak baca materi itu tadi,” sesal Nando.
Ahmat yang sedari tadi diam, tiba-tiba mengagetkan  kami.
“Eh,  cicak! Cicak!” seru Arda.
“Mana? Eh Mana?” tanya Deni.
“Itu! Itu nempel di dinding.” jawab Arda.
“Ya iyalah, cicak kan sukanya nempel di dinding. Emang kamu pernah lihat cicak nempel di air?” celoteh Deni.
“Udah,tembak pakai karet aja!” perintah Nando.
“Bentar, aku ambil senjata dulu, semoga belum hilang.” sahut Arda.
“Cepetan, keburu cicaknya pergi.” pinta Deni.
“Iya, tinggal tarik terus lepas aja lama amat,” sambung Nando tak sabar.
Seeettttt!!! Suara karet melesat terdengar jelas di telingaku.
“Yahh! Nggak kena.” jelas Arda.
Tanpa berpikir panjang, Arda langsung mengambil buku tulis milik Andini yang berada di atas meja lalu melemparkannyake arah cicak.  Alhasil cicak tersebut jatuh ke lantai dan dengan segera Arda menangkapnya.
“Yess, dapat! Tunggu sebentar, aku mau buat sesuatu dulu,” kata Arda sembari keluar kelas.
Tak lama, Ahmat kembali lagi ke kelas dengan tali rafia kuning yang berada di tangannya.
“Cicaknya mana?” tanyaku.
“Itu,” jawab Arda sambil menunjuk hewan kecil yang lehernya diikat tali rafia.
“Konyol kamu, Da! Binatang kecil begitu kok bisa bisanya diikat lehernya?” tanggapku.
“Ini itu langka, aku mau jadiin dia hewan peliharaanku di kelas saja.” jawab Arda.
“Ya kali dijadiin binatang peliharaan.” sambung Andi, si ketua kelas.
“Nggak papa, jarang-jarang ada yang memelihara cicak,” sahut Arda.
Arda keluar dari kelas dan tak sengaja berpapasan dengan Bu Ana. Bu Ana melihat Arda yang berjalan sambil menuntun cicak itu.
“Kenapa kamu memperlakukan cicak seperti itu?” tanya Bu Ana.
“Hehe. Maaf, Bu.” jawab Arda.
“Masuk kelas, jangan lupa tali di leher cicaknya dilepas!” perintah Bu Ana.
Arda pun masuk kelas disusul Bu Ana. Kami pun lalu duduk di tempat duduk masing-masing.
“Anak-anak, ibu tahu kalian cuma bercanda, tapi jangan seperti itu. Arda, tidak baik memperlakukan hewan seperti itu. Dosa, nak. Ibu tidak mau kejadian ini terulang lagi. Kejadian ini tidak ibu laporkan ke wali kelas kalian. Ibu harap ini untuk pertama dan terakhir. Satu lagi, kalian jangan gaduh! Kelas yang lain sedang ada pelajaran, jangan karena kalian sudah selesai pelajaran, kalian mengganggu,” tegas Bu Ana.
“Ya Bu, saya meminta maaf atas perbuatan saya tadi. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi.” jawab Arda penuh sesal.
“Iya, Ibu maafkan. Tapi ingat, jangan diulang lagi!” pinta Bu Ana.
“Iya Bu, saya janji.” jawab Arda.

            Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Bu Ana menyuruh kami berkemas-kemas lalu berdoa. Setelah Bu Ana keluar, tampak  wajah menyesal Ahmat atas perbuatannya. Kami menenangkan Arda agar perasaannya kembali stabil. Setelah Arda mengtakan bahwa dia sudah baik-baik saja, kami bergegas pulang. Kejadian hari selasa kali ini tidak bisa aku lupakan begitu saja.

15 komentar:

Geguritan

Kertas kang Ginaris Dening: Ratih Nugrahani Barang kotak sing tak tuku Sing njerone tak hiasi ilmu saka guru Bakal ngancani jan...